Jumat, 30 Desember 2011

Preview


Opening Act: Cruisin' by Sioen

Liburan awal tahun depan gue mau backpacker ke kawasan Indochina.

*standing applaus plus sambutan Presiden RI*

Sudah! Sudah! Ini norak!

Trus motivasi lu buat backpacker tuh apa?

*membisu sejenak lalu menghirup udara pelan-pelan dan mengehempaskannya, kemudian dengan mata berkaca-kaca diiringi suara lirih sesenggukan menjawab* :

Gue kangen seseorang (iyeh, iyeh, mantan!). 

Tapi gue udah gak punya hak #ngenesbertubi-tubi.

Rindu gue terlarang membentur batu karang #mendadak Katon.

Kenangan sewaktu masih bersamanya tiba-tiba singgah di palung hati lalu mengalir mengikuti darah menuju seluruh penjuru nadi. 

Menelusupi celah-celah kepiluan. 

Hari-hari jadi terasa hampa. 

Kosong. 

Seperti pagi tanpa kehangatan sang mentari. 

Bagai langit malam tanpa bintang….

Sebenarnya gue pengen nelpon atau SMS sekedar untuk nanyain kabarnya, 

Tapi.... aku nggak punya pulsaaa...

Laaaahhh.. kok jadi galau gini? Piye to iki?

Kagak. Sebenarnya ini sudah lama banget jadi obsesi. Secara gue emang orangnya doyan jalan-jalan. Terutama mengeksplorasi tempat-tempat baru yang unik dan belum pernah gue kunjungi sama sekali sebelumnya. Gituuh.

Lanjut

Semua berawal ketika gue ketemu salah satu sahabat semasa SMA yang udah tujuh tahun kepisah. Andri Sofyan Husein. Demikianlah nama beraroma islami yang telah disematkan oleh kedua orangtuanya dengan harapan agar di kemudian hari kelak dia bisa menjadi manusia beriman, bertakwa, baik budi pekerti, luhur sifat, serta berguna bagi keluarga, lingkungan sekitar, maupun nusa dan bangsa. Kok kesannya gue kayak jadi jubir caleg dari suatu partai, yaa. Well, sejak hari pertama masuk SMA sahabat gue ini sudah punya julukan: Basir. Jaman itu lagi ngetop-ngetopnya serial Misteri Gunung Merapi di Indosiar (sudah bisa nebak kan umur gue berapa?). Fisically, si Andri Sofyan Husein ini emang ibarat kate, nih, bagai pinang dibelah dua sama tokoh Basir dalam serial tersebut yang diperankan oleh Samsul Gondo (apal banget yak gue). Dua kombinasi yang pada akhirnya menghasilkan persamaan matematika: Andri Sofyan Husein = Basir.

Dan sejak pertama maen bareng sampai sekarang, gue masih memanggil dia: Basir.

Selepas SMA, Basir kuliah di jurusan Fisika-Fakultas MIPA-UNILA-Lampung. Sedangkan gue kuliah di IPB-Bogor (kagak usah nanya jurusan, yaa *melotot sambil tolakpinggang #ngancam). Selepas kuliah, gue yang telah memutuskan menjadi seorang freelancer disibukkan sama proyek-proyek dosen atau kadang-kadang instansi-instansi tertentu terkait dalam pemetaan. Spesialisasi gue –ehm- Geographic Information Systems.

Baiklah, gue jelasin dikit: kerjaan gue keluar masuk –kalo perlu sampai nginep- di hutan, ambil sampel tanah, dianalisa di laboratorium, trus memetakan sebaran jenis tanah dan fisiografinya berdasarkan hasil analisis. Singkatnya gitu. Ngerti kaan. Keren kaan.

Setelah sekian lama bergelut dengan asap dan debu dalam pencarian seonggok manusia bernama Andri Sofyan Husein a.k.a Basir. Adalah Deni Christian yang juga temen SMA gue ngasih tahu alamat Facebook-nya Basir.

Gue add, dong...

Beberapa hari kemudian dia confirm. 

Dalam obrolan melalui chatting yang diselingi umpatan-umpatan khas Jawa Timuran, seperti: Jancok, Jangkrik, Gathel, Diamput, Raimu koyok Asu, dan lain-lain, Basir memberitahukan bahwa dirinya sedang bekerja pada salah satu bimbingan belajar terkemuka di Bintaro-Tangerang. Disana dia tidak hanya mengajar anak-anak pribumi tapi juga anak-anak kaum ekspatriat.

Kita pun merencanakan untuk kopdar.

Hari pun telah ditentukan.

Maka, di suatu minggu nan cerah kita sepakat bertemu di daerah stasiun Jakarta Kota.

Sebenarnya pertemuan awal setelah tujuh tahun kepisah itu juga sempat diwarnai oleh kejadian yang kurang mengenakkan. Demi merayakan bersatunya kembali duo labil ini, gue bermaksud memperkenalkan salah satu makanan khas Bogor yang kebetulan ada dijual di sekitar stasiun Jakarta Kota. Gue berharap langkah tersebut bisa menjadi semacam preview buat Basir sebelum benar-benar menginjakkan kaki di Bogor suatu hari nanti.

Makanan tersebut adalah:

Ladies and Gentleman, please welcome: Toge Goreng

---------------Backsound: Final Countdown by Europe---------------

Gue memesan dua porsi ke abang penjualnya. Tanpa rasa curiga, kita menunggu sambil mengagumi deretan bangunan tua yang terpampang di seberang jalan. Bangunan-bangunan tersebut tampak usang dan tidak terawat. Padahal termasuk bagian dari kawasan wisata Kota Tua. Tak jauh dari situ nampak museum Fatahillah yang selalu ramai pengunjung disaat weekend.

Pesenan datang.

Ketika hendak memasukkan sesendok suapan pertama ke mulut, ada sedikit kejanggalan yang menggangu indra penciuman. Gue dan Basir saling berpandangan dengan aksen: kok kayaknya makanannya diracik dari bahan-bahan yang sudah basi, yaa. 

Agar lebih yakin, Basir mencicipinya.

“Anjrass! Rasanya kayak air sabun bekas dipake cuci tangan orang yang habis cebok!” 

Kita terdiam sejenak sambil memikirkan cara kabur biar gak menyinggung perasaan si abang penjual toge goreng. Lalu gue berinisiatif membayar makanannya terlebih dahulu dan bilang ke abangnya kalau kita mau makan di depan gedung BNI yang hanya berjarak sekitar lima meter-an dari situ.

Di depan gedung BNI tersebut kita menghibahkan toge goreng ke seorang nenek-nenek tunawisma. Tadinya mau gue paketin aja ke Demak Sihaloho, temen gue yang tinggal di Tebingtinggi, Sumatra Utara.

Daripada kesel, kita pun melanjutkan perjalanan menuju museum Fatahillah. 

Eh, ada penjual bubur ayam.

Rasa lapar yang belum tuntas, mendorong kita untuk memesan. Pas lagi mau makan, baru sadar kalo di depan gue ada tempat sampahnya si abang penjual bubur ayam. Gimana sih rasanya makan di depan bekas orang makan yang gak habis. Dikumpulin jadi satu dalam tas plastik. Terlihat seperti –maaf- muntah-muntahan. Basir yang tidak menyadari hal tersebut cuek aja makan dengan membabi buta. Setelah dua sendok yang rasanya sulit untuk ditelan itu, gue pun menyerah dan berhenti melanjutkan makan.

Kegagalan gue menikmati dua makanan sebelumnya terbayar telak ketika menyantap seporsi kerak telor di samping museum Fatahillah. Racikan kerak telor yang pas. Nuansa Betawi-nya dapet banget.

Disinilah. Disaksikan oleh si abang penjual kerak telor yang paling bisa ngebo’ongnya, rencana backpacker pun ditahbiskan. Tak disangka tak dinyana obrolan haha hehe kita menjurus ke pembahasan mengenai backpacker. Gue sama Basir punya keinginan/kegemaran yang kurang lebih sama. Intinya lagi bosan di dalam negeri dan pengen sekali-kali keluar demi sebentuk inspirasi. Sebuah langkah pancarian jatidiri. Pembentukan karakter/watak/identitas.

Basir menyarankan Malaysia aja dulu. Itung-itung buat latihan. Disamping menyesuaikan budget juga.

Gue menyetujuinya dengan anggukan kepala ala Morgan Freeman.

Hari-hari selanjutnya diisi dengan kesibukan bikin paspor dan hunting-hunting tiket promo di internet. Bahkan Basir sampai bikin grup Hitch Hicker di Facebook demi mengakomodasi persiapan backpacker kita. Grup ini terbuka untuk umum. Bagi siapa saja yang merasa mempunyai semangat yang sama silahkan bergabung. Barangkali bisa saling tukar info tempat-tempat wisata yang yahudh di dalam maupun luar negeri. Atau malah jalan bareng di satu waktu.

Ditengah-tengah perburuan tiket murah ke Malaysia, gue justru nemu harga yang menarik sesuai kantong menuju Ho Chi Minh City – Vietnam. Tanpa pikir panjang keburu gak dapet, atas bantuan temen yang biasa melakukan transaksi online, tiket tersebut berhasil gue dapatkan.

Besoknya gue nelpon Basir...

Gue       : “Sir, tiketnya udah dapet untuk penerbangan tanggal 03 Januari 2012 ke Ho Chi Minh 
                City-Vietnam.”
Basir      : “Apaaa!“ (lengkap dengan kamera yang meng-close up ekspresi muka Basir)


Minggu, 25 Desember 2011

Sebuah Rahasia by KLA Project


 

 Opening Act: Sebuah Rahasia by KLA Project

Kadang gue mengutuki hari libur yang seharusnya gak terlalu perlu seperti ini. Otak gue rasanya beku kalo gak dipakai kerja. Well, bagaimanapun juga gue tetap harus bersyukur. So i enjoyed it with a glass of milk and songs by KLA Project under the weather a bit cloudy.

Ladies and Gentleman, please welcome: 

Kla Project - Sebuah Rahasia

Bm          A                  G            F#        Bm
Seandainya saja mampu bibirku tuk menuai kata
 Bm          A            G            F#       E
Niscaya hatimu kan terkesima sebuah rahasia
 F#               EbG       Abm     F#    E
Rahasia slama ini terpendam dalam harap
   F#                            Ebm  Emaj7
Satu kumbang merindukan bunga

 Bm          A                  G            F#       Bm
Seandainya saja lagu tubuhku mudah tuk terbaca
 Bm          A            G            F#       E
Adakah mungkin kau tetap terima hadirnya diriku
 F#               EbG       Abm     F#    E
Diriku yang seolah sekedar sahabatmu
   F#                      Ebm    Emaj7
Namun sesungguhnya inginkanmu

  Ab                        B
Tak sanggup kubendung lagi 
 F#            Db            Ab
Gelora di hati memilikimu jua
 Ab               B
Bilakah kau kan sadari
 F#                      Db               Ab
Cinta yang kaucari ada di depan mata
        B6
Sampai kapan (tak ingin lagi)
          F#               Db
Harus kusembunyi dari rasa ini

 Bm          A                 G        F#         E
Niscaya hatimu kan terkesima sebuah rahasia
 F#            EbG       Abm      F#   E
Diriku yang seolah sekedar sahabatmu
         F#                    Eb7          Abm
Tempat curahan kesah tangismu di bahu
     E        F#         Ebm  Emaj7
Sesungguhnya inginkanmu

Milikimu jua
 

Kamis, 22 Desember 2011

Menghayati Senyummu


Opening Act: Kidung Mesra by KLA Project


Sore ini di bawah pohon randu taman kampus ketika mentari masih memancar cerah menyibakkan tirai – tirai mendung, aku duduk terdiam di salah satu bangku yang menghadap hamparan rumput nan hijau permai. Di beberapa sudut tampak bunga – bunga serupa kapas berguguran bagai salju. Di tengah hiruk – pikuk kehidupan, sejenak aku memberi ruang bernafas bagi lamunan. Menghayati senyummu. Semalam telah menyemarakkan mimpiku. Sungguh dibalik wujud sederhana dan jauh dari kesan glamour ternyata kamu menyimpan pesona senyuman yang mengesankan.

Sabtu, 17 Desember 2011

Interview With My Self: Weekend, Skripsi, Galau


Opening Act: Menjemput Impian By KLA Project

Duh! Kalo kayak gini kapan beresnya?

Masih males aja. Padahal gue udah siap di tempat ter-pewe sedunia: taman kampus. File skripsi juga udah gue buka. Cemilan juga udah lengkap. Tapi..... kok pengennya nyantai aja. Apalagi dalam suasana weekend begini. Didukung sama cuaca yang rada-rada mendung dan ditingkahi semilir angin yang menyertakan rindu kepada..... Oke, nevermind! Ritual wajib gue kalo di taman kampus tuh baca. Iya, baca. Biasanya gue berangkat dari kost-an jam enam atau setengah tujuh pagi. Bawa koran, novel, atau buku-buku kumpulan cerita para traveler. Gue bisa betah baca sampai adzan Dhuhur berkumandang. Membaca itu udah seperti menjadi bagian dari darah yang mengalir dalam nadi gue.

Lah, apa lu kagak pacaran?

Emmm... err.. gini lo, kita kan gak harus ngabisin weekend buat pacaran, sih (Pledoi Seorang Jomblo). Emang kemarin-kemarin gue selalu mengisi weekend sama pacar gue. Tapi jujur pada saat itu adakalanya gue merasa kehilangan waktu membaca. Terbawa rindu membaca di taman kampus sambil menikmati anak – anak SMA yang lagi pada becanda, mahasiswa komunikasi yang lagi bikin film pendek buat tugas mingguan, temen-temen kuliah yang lagi iseng bikin videoklip buat band-nya, komunitas fotografi yang lagi pada ngumpul bikin workshop kecil – kecilan, anak – anak teater yang lagi pada latihan mengasah penghayatan peran, ada juga yang latihan karate, kakek nenek yang menikmati nostalgia masa – masa kuliah dulu, dll. Banyak hal yang bisa dinikmati sambil mengeksplorasi pemikiran – pemikiran kita demi memajukan bangsa ini (gayamu!).

Trus, sekarang pacar lu dimana? 

Kagak tau! Diculik alien, kali!

Eh, jadi jomblo itu enak gak sih?

Uffs! Eluuuuu! Banyak bacot banget, sih! Untung aja gue rajin puasa senin kamis. Masih bisa rada sabar ngadepin lu!

Pasang telinga baik – baik. Ini berdasarkan pengalaman gue sendiri, lo ya. Gini, kadang pada satu titik tertentu jomblo menjadi sebuah pilihan sementara. I mean menyengaja dengan sadar tanpa ada intervensi dari pihak manapun untuk memilih menjadi jomblo. Dengan menjadi jomblo sementara kita memberikan ruang untuk mengenal diri – sendiri lebih dalam. Mengeksplorasi potensi. Menggali ide – ide kreatif. Mencipta karya. Memuaskan dahaga akan keingintahuan untuk mencoba hal – hal baru yang lebih menarik, menantang, memberikan manfaat positif bagi lingkungan sekitar/orang banyak. Memberikan ruang untuk melakukan kesenangan – kesenangan kita setelah sekian waktu harus berkompromi. Lebih penting lagi adalah mempunyai banyak waktu bersama keluarga.

Gitu ya..., lu gak merasa kesepian?

*terdiam sejenak – menatap ke tukang kebun yang lagi menyapu guguran daun – daun kering di taman – membuka Chitato dan mulai memakan pelan* Susah ya ngejaw ... Uhuk! Uhuk! *tersedak <--- ya iyalah, lagian makan sambil ngomong!* Susah ya ngejawabnya. Serba dilematis. Ya, sebagai manusia normal adakalanya gue merasa kehilangan dan merindukan dia (yang manis, sexy, lembut, sederhana, santun dalam bertutur kata) berada disisi gue seperti sediakala ketika gelora asmara ini masih membara di dalam dada. *hening <--- backsound: Meski T’lah Jauh by KLA Project*. Gg.. gghuu.. we.. sebb.. bbb.. benarnyah... mmm.. mas.. mmmasih.. ih.. ih.. sss.. ssa.. yya.. Argh! Udahlah! Cerita yang lain aja, yah. *ngambil tissue buat ngelap air mata*. #galautingkatdewa.

I’m really – really sorry, Sob. Kagak ada maksud bikin lu sedih. Oke, last question: lu pernah lihat/ketemu hantu?

Pernah dong. Satu yang paling berkesan nyata. Kejadiannya beberapa tahun yang lalu. Ketika itu gue dimintain tolong adiknya nyokap (Pak Lik/Om) gue yang tinggal di daerah Perumahan Ciomas Permai – Bogor buat nungguin rumahnya karena mau ditinggal tugas ke Belanda selama sebulanan. Gue tidur di kamar belakang. Malam pertama itu seperti susah sekali untuk dijelaskan dan dimengerti secara logika. Dalam mimpi gue berlari dan mau keluar dari kamar. Tapi pas sampai pintu gue mental. Seperti ada kekuatan tak kasat mata menghalangi pintu. Gue coba lagi. Mental lagi. Begitu seterusnya hingga dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar gue melihat sosok cewek bermuka rata seperti bayangan berwarna hitam memegangi kaki gue. Teriakan yang keluar dari mulut gue seolah tertahan oleh alat pengedap suara. Gue terus meronta dan melawan sambil melafazkan ayat Kursi dalam hati. Alhamdulilah, akhirnya gue berhasil terlepas dan terbangun bersimbah keringat. Nafas gue berpacu tak beraturan. Gue bergegas keluar kamar. Dalam hati terus bertanya apa penyebab semua itu. Untuk menetralisir jiwa yang masih shock, gue bikin kopi lalu menuju ruang tivi yang berada di samping kamar horor itu. Waktu masih menunjukkan pukul 01.45 WIB dini hari. Berhubung acara tivi udah gak ada yang bagus. Isinya didominasi iklan – iklan alat/obat perangsang/pembesar alat vital, langsung aja gue setel DVD konser unpluggednya The Corrs dengan volume yang lumayan kenceng. Gue udah gak peduli seandainya perbuatan gue itu mengganggu kenyamanan para tetangga. Pikir gue malah bagus kalo mereka semua pada bangun. Jadinya bisa nemenin gue begadang, nyari solusi buat ngusir hantu sialan itu. Atau paling tidak jagain gue tidur <--- mau gaji mereka pake apa lu?!

Paginya sehabis mandi, gue baru sadar kalo ternyata posisi tidur gue satu arah dengan pintu. Katanya posisi seperti itu pamali. 

Di kampus rasa ngantuk sudah sangat tidak bisa ditahan. Alhasil, pas kuliah Sistem Informasi Geografi, gue cabut ke kost-annya si Ronny <--- temen kuliah buat membayar sisa tidur yang terampas.

Satu lagi, deh! Lu suka gak sama cewek yang pake behel?

Relatif ya. Kalo si cewek dari sononya udah cakep/manis pas dipakein behel jadinya bisa malah tambah bagus dan enak dilihat. Tapi kalo dari sononya udah gak jelas pas dipakein behel jadinya malah kelihatan makin ancur. Fenomena behel ini sudah salah kaprah. Sebenarnya fungsi behel itu kan untuk memperbaiki posisi gigi yang kurang tertata apik pada tempatnya. Aturan medisnya sudah ada. Hanya boleh pada umur – umur tertentu ketika masa pertumbuhan. Dalam perkembangannya model behel dimodifikasi dengan berbagai variasi agar tidak terlihat membosankan bagi pemakainya tanpa menghilangkan fungsi utamanya. Dulu tuh orang malu kalo sama dokter gigi diharuskan pake behel. Gue sendiri waktu masih SMP juga disuruh pake behel karena gigi gue yang rada gingsul. Tapi gue bener – bener menolak keras. Alasan gue biarin natural kayak gini aja. Malah bikin senyum gue tambah manis. Dan ternyata Katon Bagaskara juga gingsul kayak gue selain zodiacnya yang juga sama dengan gue tentunya.

Sekarang orang bisa pasang behel dimana saja. Banyak tempat dengan embel – embel “Dokter Gigi” menawarkan jasa pemasangan behel. Pasiennya dari segala umur. Mau yang giginya emang baik – baik saja sampai yang benar – benar morat – marit. Tidak jarang dalam perjalanan menuju tempat kerja di Commuter Line atau di Busway tiba – tiba seorang ibu berumur hampir setengah abad menanyakan sesuatu yang sebenarnya udah dia tahu. Padahal maksudnya buat pamer behel baru di giginya yang hampir usang dan lekang dimakan jaman. Behel telah menjelma menjadi bagian dari lifestyle dan ladang bisnis bagi Dokter Gigi/“Dokter Gigi”.

Wuih! Asik ya ngobrol ama lu, wawasannya luas... gue janji ini yang terakhir. Kalo lu punya anak cowok dan cewek, mau lu kasih nama siapa?

Cowok : Robin Noelliam Bagaskara Manjer Kawuryan – Kartomihardjo
Cewek : Aline Liberty Florissantia

Kamis, 01 Desember 2011

Song Title: Kabur Kanginan by Stanlee Rabidin ( Javanese Suriname )




 Opening Act:: Kabur Kanginan by Stanlee Rabidin ( Javanese Suriname )

Beberapa waktu yang lalu, lagi stuck ngerjain skripsi, gue iseng-iseng buka youtube dan searching Pop Jawa Suriname. Sumpah, gue takjub, ternyata saudara-saudara Jawa kita yang berada bermil-mil jauhnya dari tanah leluhur aslinya masih kuat/memegang teguh/mempertahankan lalu mengembangkan budaya Jawa. Ada banyak lagu Jawa Suriname yang gue download, diantaranya: Ngopi – Hesdy Agasi, Pedot Tresno – Winston Echteld, kalo dilihat (fisically) dari kulitnya, kedua penyanyi tersebut (Hesdy dan Winston) bukan orang keturunan Jawa sama sekali. Lebih kayak keturunan Afrika. Mengingat Suriname dulu merupakan negara jajahan Belanda yang dijadikan sebagai salah satu sentra perkebunan untuk menopang perekonomian Belanda. Penjajah mengirim para pekerja termasuk dari Jawa dan Afrika.

Masih banyak lagi penyanyi Jawa Suriname, diantaranya : Emily Kartoredjo, Chantal Karijosentono, Ilse Setroredjo.

Selain itu ada seorang tokoh politik Suriname dari Partai Pertjaja Luhur bernama Paul Salam (Slamet) Soemohardjo. Partai politik ini terutama beranggotakan orang Suriname keturunan Jawa. Namun ada juga yang keturunan India, Afrika, dan China. Multikultur. Dan rata-rata mereka juga bisa berbahasa Jawa. Pernah suatu ketika gue lihat video Bapak Paul lagi orasi kampanye (Link: http://www.youtube.com/watch?v=rzb3fMNF7NE), beliau ngomong bahasa Jawa dicampur-campur sama bahasa Belanda dan sedikit bahasa pergaulan setempat. Keren banget. Dan sebagai keturunan Jawa, gue juga merasa bangga.

Balik ke musik Pop Jawa Suriname, ada satu lagu yang benar-benar menyentuh dan menginspirasi gue untuk backpacker ke Suriname suatu hari nanti kelak. Menemui sedulur Jowo disana demi menjalin tali silaturahmi agar budaya Jawa disana tetap terjaga dan tidak luntur/lekang dilumat jaman. Lagu tersebut berjudul Kabur Kanginan yang diciptakan dan dibawakan oleh Stanlee Rabidin. Pop progresif yang berpadu dengan citarasa etnis Jawa. Cara membawakan/menyanyikanya pun seperti menembang lagu Jawa klasik. Liriknya kurang lebih berisi tentang nasehat agar orang tidak lupa pada kulitnya. Terutama ditujukan kepada anak muda Jawa di Suriname khususnya yang sudah mulai terkontaminasi budaya barat dan dikhawatirkan perlahan tercerabut dari akar Jawa-nya.

Beberapa kata agak kurang bisa gue pahami. Awalnya gue juga kesusahan waktu mencari lirik lagu Kabur Kanginan. Tidak banyak yang mempublikasikan. Akhirnya gue pake cara yang diajarin temen gue dengan meng-ketik: Lirik lagu stanlee rabidin aku wong jowo kang kabur kanginan urip keronto-ronto. Alhamdulilah dapat. Uniknya dalam menuliskan, mereka masih menggunakan ejaan lama.

Berikut liriknya:

Kabur Kanginan by Stanlee Rabidin

Aku wong djowo kang kabur kanginan
Urip keronto ronto
Lambar ing siti montjo Kelangan djowo
Ora nduwe unggah unggoh

Djowo kuwi panengerku
Minongko panjang ing lebet gesang/
Menowo panjennengan ing lebet gesang
Jen aku lali aku kang tjiloko
Djowo kudu pulih ing uripku

Kang mirong sopoaku ora mangerteni
Kasep dudu alesan
Angger aku gelem ngawijak iku kabeh
Opo kang sunjo anuli panggih